Ticker

10/recent/ticker-posts

Monumen Mati di Gunung Pujut


Mengunjungi Lombok tak cukup hanya menyusuri Senggigi atau Gili Trawangan. Mesjid Kuno Gunung Pujut layak juga menjadi salah satu agenda. Terutama, mereka yang menyukai sejarah dan arkeologi.


Tak sampai satu jam dari Mataram, malah hanya setengah jam dari Bandara Internasional Lombok, 11 kilometer sebelum Pantai Kuta, mesjid kuno yang terletak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pekat dengan sejarah.

Sebuah artikel menyebutkan, masjid ini didirikan salah satu raja Kerajaan Pujut yaitu Pangeran Sange Pati sekitar tahun 1587 M. Sementara, artikel lainnya, yang ditayangkan situs Majelis Adat Sasak, menyebutkan Raja Pujut dimaksud bernama Kyai Sri Jati.

Siapapun nama Sang Raja, struktur dan bentuk bangunan masjid tersebut menyerupai Masjid Demak di Jawa Tengah. Hal ini, disebabkan pengaruh nilai-nilai Islam di Lombok yang dibawa oleh Wali dari Jawa.

Walau tak seluruhnya sama persis. Perbedaan geografis membuat pengaruh “Islam Jawa” itu mengalami modifikasi. Kearifan local ikut mewarnainya. Khususnya pemakaian material bambu, ijuk, dan tanah liat sebagai pondasi serta batu kali sebagai tanggul penahan tanah. Selebihnya, pekat dengan pengaruh Islam Jawa tadi. Terutama makna filosofi yang ada dalam masjid tersebut.

Misalnya, ukurannya yang 9 meter x 9 metermengacu kepada Wali Songo alias Wali Sembilan. Empat tiang sakaguru dari kayu di dalam bangunan masjid bermakna 4 perkara yang menjadi pegangan para wali: Syareat, Tarekat, Hakekat, dan Ma’rifat atau sabar, syukur, ridho dan tawakal. Sementara, empat tiang sudut melambangkan 4 anasir: Air, api, tanah, dan angin.

Masjid Kuno Gunung Pujut dari arah depan. [lupalagi]

Uniknya, bangunan masjid ini menjulang tinggi. Tapi, ujung atapnya nyaris menyentuh tanah. Selain perkara postur fisik manusia Lombok, dan manusia Indonesia umumnya, rendahnya atap tadi bermakna bahwa setiap orang yang hendak melakukan shalat haruslah merendahkan diri menyembah Tuhan. Terlebih, masjid ini hanya memiliki satu pintu.Menegaskan ihwal “setiap” tadi.

Selain itu, masjid ini juga memiliki bagian-bagian layaknya anggota tubuh manusia. Seperti kepala, badan dan kaki. Bagian kepala masjid memiliki makna sebagai kekuasaan karena semuanya berangkat dari akal dan pikiran. Badan masjid memiliki makna bahwa badan sebagai penerima sesuatu dari kekuasaan, sementara  itu fondasi merupakan penguat sehingga keimanan dan ketakwaan umat Islam menjadi kokoh.

Keunikan yang paling khas dari masjid ini ada pada bagian fondasi. Fondasi masjid hanya terbuat dari tanah liat dengan tinggi 60 cm dari permukaan tanah. Selain itu, ada pula sebuah bedug yang dulu digunakan untuk memberitahu tibanya waktu shalat – selain adzan. Bedug ini berada di dalam masjid bersama sebuah mimbar tua yang digunakan khatib saat khutbah.

Mimbar di Masjid Kuno Gunung Pujut, Lombok Tengah. [lupalagi]

Warna Hindu dan animisme masih terasa pada masjid ini. Yakni dengan adanya pedewa di kompleks majis, yang menjadi sarana ritual bagi penganut ajaran Wetu Telu pada masa lalu.

Berbeda dengan Masjid Bayan Beleq di Lombok Utara, Masjid Gunung Pujut ini sudah tidak lagi dipakai sebagai tempat ibadah. Mungkin, karena lokasinya yang kini relatif jauh dari pemukiman warga. Kendati, siapapun yang mengjunginya tak akan menampik sejarah dan peranannya dalam pengembangan agama Islam di Tanah Lombok.
 
Masjid Kuno Bayan Baleq, Lombok Utara, yang sampai kini masih berfungsi sebagai tempat ibadah. [lupalagi]

Post a Comment

0 Comments