Ticker

10/recent/ticker-posts

Pokok-Pokok Aturan dalam Perpres EBT


Belum lama ini pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden
 (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Ketentuan mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik antara lain mencakup Pembangkit Listrik Tenaga Air, Panas Bumi, Surya, Bayu, Biomassa, Biogas, Tenaga Air Laut, dan Bahan Bakar Nabati.

Adapun tujuan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) N.112 Tahun 2022 sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang Peraturan Presiden ini adalah dalam rangka peningkatan investasi, percepatan pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan kebijakan energi nasional, dan penurunan emisi GRK.

Secara singkat, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 ini terdiri atas tujuh bab dan 42 pasal, yang mengatur hal sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum
Mengatur mengenai definisi dan batasan pengertian; Penyusunan dan Pelaksanaan RUPTL berbasis Energi Terbarukan; dan Transisi Energi berupa percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU dan ketentuan pelarangan pembangunan PLTU baru.
2. Harga Pembelian Tenaga Listrik
Mengatur mengenai ketentuan Harga Pembelian Tenaga Listrik berupa:
a. Harga Patokan Tertinggi secara staging (2 tahap) tanpa eskalasi dengan faktor lokasi berlaku yang berlaku pada staging 1 untuk semua kapasitas pembangkit, untuk jenis Pembangkit Listrik Tenaga Air; Panas Bumi; Surya; Bayu; Biomassa; Biogas; Ekspansi; dan excess power; serta
b. Harga Kesepakatan untuk jenis Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati, Energi Laut; dan Peaker.
3. Pelaksanaan Pembelian Tenaga Listrik
Mengatur mengenai ketentuan pembelian tenaga listrik dengan mekanisme:
a. Penunjukan langsung untuk semua kapasitas pembangkit:
- PLTA/M/MH Waduk (berlaku sebagai penugasan)
- PLTP (berlaku sebagai penugasan)
- PLT Hibah (berlaku sebagai penugasan)
- Ekspansi PLTA, PLTP, PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm, PLTBg
- Excess power dari PLTA, PLTP, PLTBm dan PLTBg;
b. Pemilihan langsung untuk: PLTA, PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm PLTBg, PLT BBN dan PLT Energi Laut untuk semua kapasitas pembangkit.
4. Perjanjian Jual Beli Listrik
Mengatur mengenai ketentuan Perjanjian Jual Beli Listrik antara Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang pemilihan langsung atau penunjukan langsung dengan PT PLN (Persero).
5. Dukungan Pemerintah
Mengatur mengenai ketentuan dukungan Pemerintah dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, Menteri Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Perindustrian, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Pemerintah Daerah.
6. Pembinaan dan Pengawasan
Mengatur mengenai ketentuan Pembinaan dan Pengawasan berupa pelaporan atas pembelian tenaga listrik dan kemajuan pelaksanaan pembangungan pembangkit tenaga listrik berbasis energi terbarukan.
7. Ketentuan Peralihan
Mengatur mengenai ketentuan dan pengaturan untuk kegiatan pengembangan energi terbarukan yang telah eksisting sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana sebagaimana dikutip dalam laman resmi Kementerian ESDM, Selasa (11/10), Perpres 112/2022 ini menjadi regulasi baru yang memperkuat komitmen Pemerintah dalam melaksanakan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE).

"Perpres ini dalam perjalanannnya mengalami beberapa perubahan dari sisi substansinya. Sebelumnya, kita ingin ada acuan harga listrik yang akan dibeli secara single offtaker oleh PLN. Tetapi kemudian menjadi lebih luas dan komprehensif dengan apa yang sedang disusun, dikembangkan, didorong dan dijalankan oleh Pemerintah untuk transisi energi menuju NZE," kata Dadan.

Menurut Dadan, meskipun penamaan Perpres ini terkait dengan EBT, tetapi di dalamnya terdapat pengaturan-pengaturan secara khusus yang memprioritaskan pengembangan pembangkit EBT dan menghentikan pembangkit PLTU.

"Dalam perpres ini disebutkan secara jelas Indonesia tidak akan membangun PLTU yang baru, kecuali yang sudah masuk dalam rencana, kecuali yang masuk RUPTL, kecuali yang sudah masuk PSN (Proyek Strategis Nasional), yang memberikan kontribusi ekonomi secara strategis dan besar secara nasional. Itu juga diikat di dalamnya bahwa dalam 10 tahun setelah pembangkit tersebut beroperasi, emisi Gas Rumah Kaca harus turun minimal 35%," jelasnya.

Pemerintah, lanjut Dadan, akan terus berupaya mematuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, terutama untuk mencapai komitmen yang ambisius. Komitmen yang dimaksud yaitu komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai Nationally Determined Contributions (NDCs). Dan untuk Net Zero Emission (NZE) sektor energi ditargetkan akan dicapai pada tahun 2060 atau lebih cepat.

"Dengan terbitnya Perpres ini, kita jadi punya suatu regulasi yang mendukung percepatan EBT menjadi lebih komprehensif. Kebijakan harga yang lebih jelas, yang ditetapkan oleh Presiden, yang selama ini regulasi berada dalam level Peraturan Menteri," imbuh Dadan.

Perpres ini diharap mampu menarik investasi khususnya investasi hijau dari pembangkit beserta hal terkait lainnya dan dapat mendorong peningkatan bauran EBT.

"Dengan semakin lengkapnya regulasi, ada investasi-investasi industri pendukung pada akhirnya akan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan menjaga daya saing dan kompetisi. Dengan tersedianya pembangkit listrik hijau, diharapkan akan mendorong green industri, untuk industri-industri yang harus memanfaatkan energi bersih, kita punya target 23 persen pada tahun 2025," tutur Dadan.

Lebih lanjut Dadan mengungkapkan adanya arahan Presiden terhadap Kementerian/Lembaga terkait sesuai kewenangannya melakukan upaya-upaya penguatan regulasi dan program kegiatan.

"Kita sudah melakukan sinergi dengan lembaga dan kementerian lain untuk melakukan rule improvement. Kementerian ESDM akan secara pro-aktif, berdiskusi dan melakukan pembahasan untuk menyusun regulasi lain, yang kami lakukan secara paralel," urainya.

Ia pun menyampaikan apresiasi yang setingi-tingginya kepada para perwakilan Kementerian/Lembaga yang telah terlibat aktif dalam proses penyusunan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.

Post a Comment

0 Comments